Sabtu, 12 Mei 2012

Islamic Banking

Islamic Banking

1. Pengertian Bank Syari’ah

Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syari’ah. Secara akademik istilah Islam dan syariah berbeda, namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan Bank Syari’ah mempunyai pengertian yang sama. Dalam RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari’ah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan alquran dan al hadist.

2. Tujuan Perbankan Syari’ah

Ada beberapa tujuan dari perbankan Islam :

Diantara para ilmuwan dan para professional Muslim berbeda pendapat mengenai tujuan tersebut. Menurut Handbook of Islamic Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan (Finansial Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari’ah. Menurut Handbook of Islamic Banking, bank Islam berbeda dengan bank konvensional dilihat dari segi partisipasinya yang aktif dalam proses pengembangan sosial ekonomi negara-negara Islam yang dikemukakan dalam buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan terutama untuk memaksimalkan keuntungannya sebagaimana halnya sistem perbankan yang berdsarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim. Dalam buku yang berjudul Toward a Just Monetary System, Muhammad Umar Kapra mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank Islam harus disediakan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Usaha yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau meningkatkan konsumsi meskipun sistem Islam telah memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.

Para banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank Islam semata-mata komersial berdasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditunjukkan untuk mengjasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial, dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim Ismail, manajer bank Islam Malaysia berhaj, mengemukakan, “sebagaimana bisnis muslim yang patuh, tujuan saya sebagai manajer dari bank tersebut (bank Malaysia Berhaj) adalah semata-mata mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan instrumen-instrumen yang berdasarkan bunga.

3. Ciri Bank Syari’ah

Bank Syari’ah mempunyai ciri yang berbeda dengan bank konvensional. cirri-ciri ini bersifat Universal dan kualitatif, artinya Bank Syari’ah beroperasi dimana harus memenuhi ciri-ciri tersebut :

a. Beban biaya yang telah disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnyan tidak kaku dan dapat ditawar dalam batas yang wajar.

b. Penggunaan prosentasi dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan. Karena prosentase bersifat melekat pada sisa hutang meskipun utang bada batas waktu perjanjian telah berakhir.

c. Didalam kontrak pembiayaan proyek bank tidak menetapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (Fiset Return) yang ditetapkan dimuka. Bank Syari’ah menerapkan system berdasarkan atas modal untuk jenis kontark al mudharabah dan al musyarakah dengan system bagi hasil (Profit and losery) yang tergantung pada besarnya keuntungan. Sedangkan penetapan keuntungan dimuka ditetapkan pada kontrak jual beli melalui pembiayaan pemilkikan barang (al murabahah dan al bai’u bithaman ajil, sewa guna usaha (al ijarah), serta kemungkinan rugi dari kontrak tersebut amat sedikit.

d. Pegarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito atau tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai pernyataan dana pada proyek yang dibiayai oleh bank sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah hingga kepada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return). Bentuk yang lain yaitu giro dianggap sebagai titipan murni (al-wadiah) karena sewaktu-waktu dapat ditarik kembali dan dapat dikenai biaya penitipan.

e. Bank Syari’ah tidak menerapkan jual beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang yang sama dan transaksinya itu dapat menghasilkan keuntungan. Jadi mata uang itu dalam memberikan pinjaman pada umumnya tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang selama pembiayaan, barang tersebut milik bank.

f. Adanya dewan syari’ah yang bertugas mengawasi bank dari sudut syari’ah.

g. Bank Syari’ah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa arab dimana istilah tersebut tercantum dalam fiqih Islam h. Adanya produk khusus yaitu pembiayaan tanpa beban murni yang bersifat social, dimana nasabah tidak berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan (al-qordul hasal)

i. Fungsi lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah yang artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang telah dititipkan dan siap sewaktu-waktu apabila dana ditarik kembali sesuai dengan perjanjian.

Selain karakteristik diatas, Bank Syari’ah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Dalam Bank Syari’ah hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan kontrak (akad) antara investor pemilik dana (shohibul maal) dengn investor pengelola dana (mudharib) bekerja sama untuk melakukan kerjasama untuk yang produktif dan sebagai keuntungan dibagi secara adil (mutual invesment relationship). Dengan demikian dapat terhindar hubungan eskploitatif antara bank dengan nasabah atau sebaliknya antara nasabah dengan bank.

b. Adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh Bank Syari’ah yang bertujuan untuk menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif (larangan menumpuk harta benda (sumber daya alam) yang dikuasai sebagian kecil masyarakat dan tidak produktif, menciptakan perekonomian yang adil (konsep usaha bagi hasil dan bagi resiko) serta menjaga lingkungan dan menjunjung tinggi moral (larangan untuk proyek yang merusak lingkungan dan tidak sesuai dengan nilai moral seperti miniman keras, sarana judi dan lain-lain.

c. Kegiatan uasaha Bank Syari’ah lebih variatif disbanding bank konvensional, yaitu bagi hasil sistem jual beli, sistem sewa beli serta menyediakan jasa lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip-prinsip syari’ah.

4. Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah

Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah atau prinsip agama Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau riba yang memberatkan, maka bank syariah beroperasi berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan. Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain:

5. Perbedaan Falsafah

Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, di mana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli Berta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil, Pada dasarnya, semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest yang dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju.

6. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah

Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi berbeda dengan deposito pada bank konvensional di mana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan Baja nasabah membutuhkan, bank syariah harus dapat memenuhinya. Akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Jika hasil usaha semakin tinggi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya.

7. Kewajiban Mengelola Zakat

Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribu­si­kannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat, infak, sedekah).

8. Kegiatan Usaha Bank Syariah

Prinsip kegiatan usaha

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang bank Berdasarkan Prinsip Syariah, prinsip kegiatan usaha bank syariah adalah:

1. Hiwalah

2. Ijarah

3. Ijarah Wa Iqtina

4. Istishna

5. Kafalah

6. Mudharabah

¨ Mudharabah Mutlaqah

¨ Mudharabah Muqayyahdah

7. Murabahah

8. Musyarakah

9. Qardh

10. Al Qardh ul Hasan

11. Al Rahn

12. Salam

13. Sharf

14. Ujr

15. Wadi’ah

¨ Wadi’ah Yad Amanah

¨ Wadi’ah Yad Dhamanah

16. Wakalah

9. Kegiatan Usaha

Bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi:

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:

    giro berdasarkan prinsip wadi’ah
    tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
    deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah, atau
    bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah.

2. Melakukan penyaluran dana melalui:

¨ Transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, ijarah, salam, dan jual beli lainnya.

¨ Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah, dan bagi hasil lainnya.

¨ Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip hiwalah, rahn, qardh, membeli, menjual dan/ atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction)berdasarkan prinsip jual-beli atau hiwalah.

¨ Membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau Bank Indonesia yang diterbitkan atas dasar prinsip syariah.

3. Memberikan jasa-jasa:

    Memindahkanuanguntukkepentingansendiridan/ataunasabahberdasarkanprinsip wakalah.
    Menerima pembayaran tagihan atas Surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antarpihak ketiga berdasarkan prinsip wakalah.
    Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan Surat-Surat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah.
    Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah.
    Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lain dalam bentuk Surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek berdasarkan prinsip ujr.
    Memberikan fasilitas Letter of Credit (LC) berdasarkan prinsip wakalah, murabahah, mudharabah, musyarakah, dan wadi’ah, Berta memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip kafalah.
    Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr.
    Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah.

4. Melakukan kegiatan lain seperti:

    melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf.
    melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan prinsip musyarakah dan/atau mudharabah pada bank atau perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
    melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakah dan/atau mudharabah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya.
    bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
    Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah atau dana sosial lainnya dan. Menyalurkannya
    Kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan/atau pinjaman kebajikan (qardhuI hasan).

5. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.

       Dalam hal bank akan melakukan kegiatan usaha yang belum difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional, bank wajib, meminta persetujuan Dewan Syariah Nasional sebelum melaksanakan kegiatan usaha tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar