Cinta adalah sebuah emosi dari
kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta
merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan
kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang
dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati,
perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti,
patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.
Sudut pandang Islam memandang
Cinta :
Cinta memang satu perkara yang
tidak pernah dapat dipisahkan dari kehidupan setiap manusia. Karena rasa cinta
telah dengan sendirinya tumbuh dan terus berkembang di dalam nurani setiap
insan. Namun, banyaknya para pengkhianat dan pendusta cinta yang melahirkan
berbagai cerita duka, hina dan nista, telah menimbulkan tanda tanya tentang
cinta itu sendiri. “Bagaimanakah sesungguhnya cinta dalam pandangan Islam?
Apakah Islam membolehkan cinta?”
Islam dengan wataknya yang melekat
dengan fitrah, jalan ruhani, dan aturan sakral memberikan pengakuan yang tegas
terhadap eksistensi cinta yang esensinya berakar dalam diri manusia. Bahkan,
Islam memberikannya warna indah, dan secara rinci membaginya ke dalam tiga
tingkatan, yaitu cinta kelas tinggi, cinta kelas mennegah, dan cinta kelas
rendah. Pembagian cinta seperti ini dapat dilihat melalui jendela sejarah.
Dapat dipantau pada setiap celah waktu, baik dulu maupun sekarang, sampai Allah
swt mewariskan bumi ini dengan segala potensi dan kekayaannya.
Cinta dan tiga tingkatan seperti
yang telah disebutkan diatas, sebenarnya bersumber dari firman Allah swt di
dalam Al Quran
ٱشْتَرَوْا۟ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَصَدُّوا۟ عَن سَبِيلِهِۦٓ ۚ إِنَّهُمْ سَآءَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
yang artinya:
“Katakanlah: Jika bapak-bapak,
anak-anak, saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah swt dan
Rasul-Nya, dan dari jihad di jalan Allah, maka tunggulah sampai Allah swt
mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah swt tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah (9): 24)
Cinta kelas tinggi adalah cinta
kepada Allah swt, cinta kepada Rasulullah saw, dan cinta terhadap jihad di
jalan Allah swt jihad fi sabilillah).
Cinta kelas menengah adalah cinta
kepada ibu-bapak, anak-anak, saudara, suami-istri, dan sanak famili. Sedangkan
Cinta tingkat rendah adalah cinta
yang lebih mengutamakan keluarga, sanak famili, dan harta benda daripada Allah
swt, Rasulullah saw, dan jihad di jalan Allah swt. Demikian pula rasa cinta
yang hanya berdasarkan pada nafsu belaka.
Singkatnya, Islam telah
memberikan pengakuan secara tegas terhadap eksistensi cinta. Islam mengakui
bahwa cinta adalah fitrah yang berakar dalam diri manusia. Cinta adalah
kepastian, yang merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan. Sebab, dalam
esensinya tersimpan hikmah yang tidak terhitung jumlahnya, hikmah yang tentu
saja direncanakan dan diinginkan oleh Allah swt, sebagaimana firman Allah swt
di dalam Al Quran yaitu :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚفِطْرَتَ الَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚلَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ الَّهِ ۚذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
yang artinya:
“… (tetaplah atas) fitrah Allah
swt yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah swt.” (QS. Ar Ruum (30): 30)
Demikian dikatakan oleh ‘Abdullah
Nashih ‘Ulwan dalam bukunya yang berjudul “Islam dan Cinta”
Sebagai agama yang rahmatan lil
‘alamin, mustahil Islam melupakan masalah cinta yang merupakan salah satu akar
perdamaian antar sesama manusia ini. Islam yang mengemban misi sebagai rahmat
atau kasih sayang bagi seluruh alam sangat mengakui peranan dan keberadaan cinta
di hati setiap manusia.
Berikut Adalah Macam-macam cinta Menurut Al-Quran :
1. Cinta Mawaddah
adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki
cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin
memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa
berfikir lain.
2. Cinta Rahmah
adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap
melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan
orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting
adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat
memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya.
3. Cinta Mail,
adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot
seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta
jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana
ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung
mengabaikan kepada yang lama.
4. Cinta Syaghaf.
Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang
terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila,
lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an
menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri
pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
5. Cinta Ra’fah,
yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya
kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya
meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah
cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini
kasus hukuman bagi pezina
Sesuai yang tertera pada surat An Nur Ayat 2 :
ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِى فَٱجْلِدُوا۟
كُلَّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا مِا۟ئَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ
فِى دِينِ ٱللَّهِ إِن
كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ
عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ
yang artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.(Q/24:2).
6. Cinta Sobhwa,
yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup
mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf
berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon
dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir
juga dalam perbuatan bodoh, seperti terdapat pada Syrat Yusuf ayat 33
قَالَ رَبِّ ٱلسِّجْنُ أَحَبُّ إِلَىَّ مِمَّا
يَدْعُونَنِىٓ إِلَيْهِ ۖ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّى كَيْدَهُنَّ أَصْبُ
إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ ٱلْجَٰهِلِينَ
yang artinya :
Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada
memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku
tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)
dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh (Q/12:33).
7. Cinta Syauq
(rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan al
Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu
berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian
diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an
nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan
nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu.
8. Cinta Kulfah,
yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang
positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu,
membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al
Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai
dengan kemampuannya, Seperti terdapat pada surat Al Baqarrah ayat 286
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ
لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا ٱكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِن
نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا
حَمَلْتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا
طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ ۖ وَٱعْفُ عَنَّا وَٱغْفِرْ لَنَا وَٱرْحَمْنَآ ۚ أَنتَ
مَوْلَىٰنَا فَٱنصُرْنَا عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْكَٰفِرِينَ
yang artinya :
Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari
kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir".(Q/2:286).
Islam tidak memandang cinta
sebagai satu hal yang kotor atau hina. Dan cinta itu sendiri memang tidak akan
pernah bisa kotor, karena Allah swt telah menetapkannya sebagai salah satu
fitrah bagi manusia. Hanya saja, dalam kehidupan ini banyak orang yang sudah
salah kaprah, mereka telah berusaha menodai dan mengotori cinta dengan
mengobral nafsu kotor atas nama cinta. Namun sekali lagi, cinta tidak pernah
kotor dan tidak akan pernah dapat dikotori, karena Islam telah menempatkan ditempat
yang suci, yaitu di dalam nurani.